Senin, 24 Maret 2008

Figure 6...why?

Entah kenapa lagi asyik ngobrol ama temanku di daiho via telp. kami asyik ceritakan soal anak, ku cerita aku setelah menikah sempat kosong 6 bulan baru hamil terus anakku lahir th. 2006 setelah pembicaraan usai aku mulai terfikir kok selama ini aku gak mikirin angka 6 ada moment yang menarik. misalkan setelah 6 bulan bekerja di PT. HRP aku dan mas yudi memutuskan menikah setelah dua tahun lamanya kami saling mengenal, 6 bulan menikah baru hamil, adiybah lahir th 2006, kontrak abis bulan 6 th 2007 dan diperpanjang kembali kemudian bulan 6 tahun ini kontrakku akan berakhir. dibenakku sudah penuh dengan rencana apa yang akan kulakukan jika kontrakku tdk diperpanjang... aku masih ingat lagi setahun yang lalu mungkin sebulan atau dua bulan kontrakku berakhir( latar belakang mengapa aku memberanikan diri menanyakan statusku), kondisiku saat itu sangat memprihatinku yaitu aku keluar dari rumah ibuku bukanlah waktu yang pas sesuai rencana tapi konflik membuat aku, suami dan anakku harus keluar dari rumah yang sudah kutempati dari sejak aku SMEA sampai wafat alm. bapak, hamil dan melahirkan. karena keluar dari rumah tsb. tanpa ada pegangan ataupun jaminan bahwa kami telah memiliki rumah sendiri, maka kami mengungsi sebulanan terus memutuskan mencari rumah, setelah diurus ini dan itu maka kami bisa menempati rumah pertama kami, mendekati saat akad kredit membuatku harus berfikir keras memutuskan cara pembayaran cash bertahap dengan developer ataupun kredit melalui bank, mau gak mau keadaan ini memaksaku untuk beranikan diri bertanya kepada atasanku apakah ada keputusan aku masih diperkerjakan kembali karena jika sudah ada keputusan tidak lagi diperpanjang maka aku bermaksud memasukkan beberapa lamaran sehingga ketika masa perjanjian kerja berakhir aku sudahpun mendapatkan perusahaan baru. kuceritakan pada salah seorang rekan kerja yang kufikir dia bisa dipercaya dan supaya aku mendapatkan masukan darinya, tapi wallahu a'lam dia ternyata ular berkepala dua; hal yang kuceritakan padanya menjadi bahan sindiran dari rekan yang lain yang terkenal Ms. I dont know... sindirannya mengumpamakan aku mengemis2 keatasan supaya bisa diperpanjang kembali...padahal aku cuma bertanya kepada atasanku dan seperti yang sudah kubilang jika tidak diperpanjang maka aku akan mencari pekerjaan baru karena kondisi yang belum stabil apalagi baru punya bayi. padahal aku cuma bertanyakan hakku bukan mengurusin hal orang lain ataupun aku tidaklah menghasut supaya agreement org lain diputusin,dsb. tapi hal tsb. dijadikan bahan sindiran, dari hari kehari aku menjadi bahan sindiran apa saja dari rekan kerja yang tidak berhati perut yang belum memiliki tanggungan keluarga karena mereka masih lajang. mereka tidak mengalami hal2 yang pedih seperti yang aku alami, tapi apa hak mereka menghakimiku seperti itu padahal jika saja mereka orang yang sangat dewasa dan pengertian maka mereka akan sangat membantuku mengurangi tekanan perasaan dan penderitaanku. sampai saat ini setahun kemudian pun mereka masih saja seperti itu padahal mereka entah sadar apa gak sadar bahwa agama manapun tidak mengajarkan untuk menggosipin orang seenaknya. tapi seperti orang yang tidak beragama dari hari kehari mereka masih mengasah kebiasaan bergosip ria, terkadang aku istighfar sendirian mendengar mereka menggosip siapa saja yang mereka anggap lucu padahal mereka gak koreksi diri mereka sendiri. masya allah... mereka entah sadar apa tidak telah menyinggung perasaan orang lain yang sedang menanggung masalah pribadinya.
aku bersyukur padaMu atas nikmat yang telah diriMu anugrahkan padaku walaupun sekecil apapun itu, termasuk dibulan Maret ini kebiasaan sakitku agak berkurang malah sekalipun dalam bulan ini aku belum ambil cuti sakit. kecapekanku agak berkurang meskipun masih fikiran/stress, tapi dibandingkan beberapa bulan yang lalu betapa lelahnya fisik ini ditambah hal2 yang harus kufikirkan, belum lagi ditambah sindiran kasar dari rekan kerja yang seakan - akan mereka sengaja berkomentar ini dan itu. Mereka juga sering mempermasalahkan aku yang dalam sebulan bisa dua hari atau tiga hari mengambil cuti sakit, padahal mereka tidak menganalisa lebih dalam kenapa aku bisa sakit2an eh malah suka menduga2 yang jelek dan bukannya malah mengurangi beban teman malah senang menambah penderitaan orang lain. Mereka gak tau aku malah menikmati sedikit kebebasan yang kurasakan, dapurku mulai sedikit demi sedikit tertata walau gak bagus2 amat sih tapi bila aku pulang kerja capek2 gak pusing sih lihat dapur berantakan, gimana dapur gak berantakan dulunya, udah gak punya pembantu, anak merengek mendingan pegang dia daripada dia terluka karena ini dan itu ya sudahlah biar untuk sementara pekerjaan rumah menumpuk, akibatnya hari sabtu dan minggu ketika libur hari kerja pun walau keinginan kuat untuk memegang pekerjaan ini dan itu eh...anak juga bertingkah dan merengek terpaksa kutinggalkan dulu pekerjaan yang sudah kupegang tadi, kemudian udah capek menjaga anak mau melanjutkan pekerjaan tadi eh udah gak sanggup lagi, terkadang menjelang esoknya hari senin badan udah mulai deh meriang ditambah lagi radang tenggorokan plus sakit kepala belum lagi lihat pakaian menumpuk udah deh.....

Tidak ada komentar: